A. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam
usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong
tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja
yang berlaku di Indonesia adalah berumur
15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja
disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para
tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang
menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun
karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
B. Klasifikasi Tenaga Kerja
1. Berdasarkan Penduduknya
Tenaga kerja
Tenaga kerja
adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja
jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka
yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15
tahun sampai dengan 64 tahun.
Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang
dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja.
Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di
luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64
tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan
anak-anak.
2. Berdasarkan batas kerja
- Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia
produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi
sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.
- Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang
berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah
tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:
- anak sekolah dan mahasiswa
- para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
- para penganggur sukarela
3. Berdasarkan kualitasnya
- Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga
kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan
cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan
lain-lain.
- Tenaga kerja terampil
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki
keahlian dalam bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja
terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai
pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
- Tenaga kerja tidak terdidik
Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar
yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah
tangga, dan sebagainya.
C. Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah
mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur
dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang
merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan
pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga
dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan
sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di
Indonesia.
- Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan
denganmelihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di
Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja,
sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi
barang dan jasa.
- Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi
oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian.
Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan
pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan
kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
- Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di
daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian,
perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi
pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum
dikelola secara maksimal.
- Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak
mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak
pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang
gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi
lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan
semakin banyak. Pengangguran di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Pengangguran
Penuh : Penduduk yang tidak bekerja sama sekali
2.
Pengangguran tidak penuh :
Penduduk yang bekerja tapi masa kerjanya <35 jam per minggu.
a.
Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
1)
Pengangguran Konjungtor
Pengangguran
Konjungtor ( cyclical unemployment ) adalah
pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan – perubahan dalam tingkat kegiatan
perekonomian.
2) Pengangguran
Struktural
Pengangguran
Struktural merupakan pengangguran yang diakibatkan karena pergantian struktur.
3)
Pengangguran Friksional
Pengangguran
Friksional adalah pengangguran yang disebabkan karena kesulitan temporer.
Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya kesengajaan
antara pencari kerja dan lowongan kerja.
4) Pengangguran
musiman.
Pengangguran
musiman adalah pengangguran yang disebabkan karena pergantian musim.
5)
Pengangguran teknologi
Pengangguran
teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan tenaga
manusia menjadi tenaga mesin.
6)
Pengangguran Voluntary
Pengangguran
Voluntary adalah pengangguran yang terjadi karena ada orang yang sebenarnya
masih dapat bekerja , namun dengan sukarela ia berhenti bekerja.
b.
Jenis Pengangguran Berdasarkan Sifatnya
1)
Pengangguran Terbuka
Pengangguran
terbuka adalah angkatan kerja yang benar – benar tidak mempunyai pekerjaan.
2)
Setengah Menganggur
Setengah menganggur adalah angkatan kerja
yang bekerja di bawah jam kerja normal.
3)
Pengangguran Terselubung
Pengangguran
terselubung adalah angkatan kerja yang bekerja tidak optimal sehingga terjadi
kelebihan tenaga kerja.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang
tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban
keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan
keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka
panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung
pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta
mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga
yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan
layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan
anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang
bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha
mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses,
pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang
saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Ketika Negara tetangga kita sedang menikmati keberhasilan sistem
ketenagakerjaannya, kita masih terkutat dengan permasalahan gimana caranya agar
tenaga kerja di Indonesia menjadi sejahtera dan pengusahapun mengalami yang
sama. Sampai-sampai banyak sekali demo dimana-mana untuk menuntut hak tenaga
kerja, yah terutama para buruh yang selalu dikatakan menjadi sapi perah bagi
para pengusaha. Permasalahan yang dilmatis bagi Indonesia apabila sangat
berpihak ke pekerja maka ada kemungkinan pengusaha ngambek dan parahnya
(mungkin) investor kabur semua..nah kali terlalu berpihak ke pengusaha, mungkin
sila Pancasila yang ke-2 Kemanusiaan yang adil dan beradab akan berubah menjadi
Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, karena memeras keringat sendiri
tapi untuk keuntungan orang/Negara lain…yah begitulah kira-kiranya dilematis
yang dihadapi Negara kita.
Sudah berbagai upaya yang
dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tenaga kerja, seperti buruh
pabrik yang masih saja belum mendapatkan haknya, kemudian tenaga kerja di luar
negeri yang ternyata sampai sekarang masih terdapat kasus-kasus yang sangat
memiriskan hati kita.. dalam hal ini saya coba fokuskan usaha pemerintah dalam
mengatasai permasalahan tenaga kerja di Indonesia dengan mengeluarkan UU No 13
Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan.
D. Tenaga Kerja dan Permasalahannya
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis
saya berangkat dari beberapa faktor, yaitu;
- Lapangan pekerjaan semakin sedikit
- Tingginya jumlah penggangguran massal;
- Rendahnya tingkat pendidikan;
- Minimnya perlindungan hukum
- Upah kurang layak
- External factor (sepeti krisis global yang menurut beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga 2010)
- Tidak memiliki kreativitas dan inovasi-inovasi
Dari berbagai faktor tersebut
mungkin kita akan mengatakan bahwa tenaga kerja justu menjadi masalah bagi
bangsa ini. Apakah kita akan selalau berpikir seperti itu? Mungkin negaa ini
akan tersu terkutat dengan masalah tersebut. Jika melihat data pengangguran di
Indonesia pada Agustus tahun 2006 sebesar 10,93 orang kemudian pada tahun 2007
(bulan Agustus) sebesar 10,01 juta. Kemudian angka pengangguran di Indonesia
pada Agustus 2008 mencapai 9,39 juta. (Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai
sumber)
Sementara jumlah penduduk yang
bekerja mencapai 102,55 juta orang bertambah 503 ribu dibanding Februari 2008,
atau bertambah 2,62 juta dibanding Agustus 2007. Sehingga total jumlah angkatan
kerja yang bekerja maupun pengangguran pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta
orang, bertambah 470 ribu orang dibanding Februari 2008 atau bertambah 2,01
juta orang dibanding Agustus 2007. Sektor yang mengalami peningkatan lapangan
kerja pada Agustus 2008 dibanding Agustus 2007 adalah jasa kemasyarakatan yang
terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik tukang kayu dan tukang
batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta orang. Di sisi lain
dibanding Februari 2008 sektor pertanian mengalami penurunan tenaga kerja sebanyak
1,36 juta namun lapangan kerja sektor pertanian tetap yang terbesar 41,33 juta
orang atau 40,33%. Pada Agustus 2008 penduduk yang bekerja sebagai buruh atau
karyawan sebanyak 28,18 juta atau 27,5%, berusaha dibantu buruh tidak tetap
sebanyak 21,77 juta atau 21,2% dan berusaha sendiri 20,92 juta atau 20,4%.
(Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai sumber)
Setelah melihat data tersebut
angka pengangguran mengalami penurunan dari tahun ke tahun (saya percaya angka
ini mungkin turun, jika anda melihat dari sumber lain mungkin angka
pengangguran di Indonesia justru mengalami kenikan, terutama angka kemiskinan).
Sedangkan berdasarkan data tersebut justru yang meningkat adalah jasa
kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik tukang
kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta
orang. Saya sakin anda sebagai mahasiswa tidak mau masuk ke lapangan pekejaan
in. Kemudian melihat angka yang masih sampai 9,39 juta pada tahun 2008 mungkin
angka ini sama dengan jumlah beberapa kota/kabupaten di Indonesia mungkin angka
ini lebih besar dari beberapa daerah tersebut.
Pengangguran menimbulkan berbagai
dampak dalam kehidupan sosial, antara lain :
1. Rendahnya pendapatan perkapita penduduk.
2. Meningkatnya kemiskinan
3. Meningkatnya angka kriminalitas yang
dipicu kesulitan ekonomi.
4. Merosotnya moral yang ditandai dengan
pelaku tindak asusila bermotifkan ekonomi. Kecenderungan memperoleh uang dalam
jumlah besar dengan melakukan prostitusi.
5. Kondisi keamanan yang tidak terjamin
akibat dari meningkatnya angka kriminalitas.
6. Rendahnya kualitas kehidupan masyarakat.
7. Merebaknya kawasan slum ( lingkungan kumuh )
Pemerintah sudah berupaya untuk
mengurangi angka pengangguran dan juga meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja
di Indonesia. Namun ingat dilema pemerintah adalah antara tenaga kerja atau
kepada pengusaha (si pemiliki lapangan pekerjaan). Salah satu upayanya adalah
dikeluarkan undang-undang No 12 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan, kemudian
pada salah satu pasalnya yaitu 64, 65 dan pasal 66 memungkinkan perusahaan
melakukan outsourcing.
Berdasarka UU No.13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih
Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu:
pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pada perkembangannya
dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih
condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.
Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya)
dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis
besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003. Dalam UU
No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65
(terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa:
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
· penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain
dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara
tertulis (ayat 1);
· pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam
ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Ø dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
Ø dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi
pekerjaan;
Ø merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
Ø tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
· perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum
(ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
· perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih
lanjut dalam
· keputusan menteri (ayat 5);
· hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian
tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
· hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat
didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak
tertentu (ayat 7);
· bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai
pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa
perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh
dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk
melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan
proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan
langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi
beberapa persyaratan, antara lain:
- adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
- perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
- perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
- perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Outsourcing berasal dari bahasa
Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain yaitu
“contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi dari satu perusahaan ke
tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau
untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara maju seperti
Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian mengglobal
sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada core
businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.
Pemanfaatan outsourcing sudah
tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di Indonesia. Berbagai manfaat dapat
dipetik dari melakukan outsourcing; seperti penghematan biaya (cost saving),
perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core business), dan akses
kepada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan.
Disinlah mulai ada pergeseran
mengenai fungsi outsourcing, yang seharusnya hanya diberikan untuk
pekerjaan-pekerjaan bukan inti, seperti cleaning services atau satpam. Namun
dalam perkembangannya Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang
seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit
dkk). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen.
Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga
rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun).
Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti kepada karyawan
dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan tenaga outsourcing untuk
bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan penjaga pintu masuk. Padahal
pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait langsung dengan jasa angkutan kereta api.
Kemudian banyak perusahaan lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini.
Umumnya tenaga kerja di outsource untuk menekan biaya yang harus
dikeluarkan karena perusahaan tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan
mereka. Tenaga outsource juga tidak harus diangkat sebagai karyawan
tetap sehingga beban perusahaan berkurang.
Inilah yang menjadi pemikiran
bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya dianggap sebagai suatu upaya bagi
perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya kepada kayawan, dengan alas an
efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini dilakukan.
Maka dalam outsourcing (Alih
daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan
terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan
pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen
tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing
perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing,
dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang
memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja
yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing
menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan
di perusahaan pengguna outsourcing.
B. Pemecahan Masalah: Kewirausahaan Sosial
Terlepas dari berbagai
permasalahan pengangguan dan masalah lainnya yang terkait dengan tenaga kerja.
Sudah sepatutnya kita harus menjadi anak bangsa yang memiliki kreatifitas dan
inovasi-inovasi (ini adalah satu permasalahan ketenaga kerjaan –kurang kreatifi
dan inovatif-). Terutama mahasiswa yang memiliki jiwa ingin tahu dan ingin maju
seta ingin memecahkan permasalahn-permasalahan sosial yang terjadi di
sekitarnya, karena itulah mahasiswa sering disebut sebagai agent of change.
Maka diperlukan spirit kewirausahaan sosial pada para agen perubahan tersebut.
Dengan jiwa social entrepreneurship tersebut akan mendorong masyarakat
untuk membangun dan mengembangkan inovasi-inovasi baik yang diadopsi dari luar
maupun dari lokal dan tentunya tanpa harus menanggalkan jati diri bangsa. Tentu
dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan sosial di Indonesia, seperti masalah
pengangguran tadi.
Social Entrepreneurship akhir-akhir ini menjadi makin populer terutama setelah salah satu tokohnya
Dr. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel
untuk perdamaian tahun 2006. Namun di indonesia sendiri kegiatan ini masih
belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan para tokoh
masyarakat karena memang belum ada keberhasilan yang menonjol secara nasional.
Bahkan dari pihak swasta (perusahaan) melalui coorporate social
responsibility (CSR) belum bisa menumbuhkan entrepeneur- entrepeneur muda,
karena CSR yang dikeluarkan lebih ditujukan untuk mengamankan perusahaan bukan
memberdayakan masyarakat sekitarnya.
Maka diperlukan banyak
terobosan, dibutuhkan upaya-upaya untuk memadukan berbagai inisiatif. Oleh
karena itu persoalan kita lebih pada bagaimana menemukan spirit daripadanya.
Bagaimana agar kinerja wirausaha itu semakin memiliki dampak sosial yang besar.
Karena baik Muh. Yunus maupun tokoh-tokoh wirausaha sosial tak kan mengingkari,
bahwa kesuksesan mereka lahir dari pergumulan yang demikian intens dengan
kemiskinan. Maka upaya untuk memasyarakatkan Social Entrepreneurship harus
mendapatkan dukungan semua pihak yang mendambakan terwujudnya kesejahteraan
rakyat yang merata, dan diharapkan tidak hanya berhenti dalam seminar ini saja
tetapi dilanjutkan dengan rencana aksi yang nyata sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh masyarakat.
David Bornstein memaparkan
bagaimana para wirausahawan sosial dari berbagai belahan dunia yang hampir tak
terliput oleh media namun telah mengubah aras sejarah dunia dengan terobosan
berupa gagasan-gagasan inovatif, memutus sekat-sekat birokrasi, mengusung
komitmen moral yang tinggi dan kepedulian (How to Change the World,
2004). Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus, puluhan kisah wirausahawan
sosial lain, seperti Fabio Rosa (Brasil) yang menciptakan sistem listrik tenaga
surya yang mampu menjangkau puluhan ribu orang miskin di pedesaan, Jeroo
Billimoria (India) yang bekerja keras membangun jaringan perlindungan anak-anak
telantar, Veronika Khosa (Afrika Selatan) yang membangun model perawatan yang
berbasis rumah (home-based care model) untuk para penderita AIDS yang telah
mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan di negara tersebut, dan banyak
lagi tokoh yang buah tangannya telah terasa langsung manfaatnya oleh
masyarakat.
Dengan demikian,
kewirausahaan sosial merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan solusi
baru pada masalah-masalah sosial. Para wirausahawan sosial (social
entrepreneur) dengan komitmen kerja dan moral yang tinggi, merupakan kesegaran
di tengah-tengah pembangunan yang terasa mengimpit. Dengan segala
keterbatasaanya wirausahaan sosial dapat memberikan peluang-peluang di
masyarakat untuk maju bersama. Kemudian dengan pentingnya posisi wirausahaan
sosial yang dapat bersinegi dalam pencapaian MDGs, pemerintah dapat memberikan
dukungan penuh dengan mengeluarkan regulasi yang memberikan iklim kondusif bagi
pertumbuhan kewiausahaan sosial di Indonesia.
C. Penanggulangan Permasalahan
Ketenagakerjaan
1. Gerakan Nasional Penanggulangan
Pengangguran (GNPP).
Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda,
maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan
perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.
Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional
Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan
potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi
serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur
kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan
kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP
yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi,
menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli
Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H.
Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang,
UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian
kecil dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus
segera ditanggulangi oleh segenap komponen bangsa.
Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini
dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat
ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguran.
Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang
Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan
Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.
Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam
kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen
bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan
pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan
semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan
tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun
daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan
kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus
dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.
2. Konsepsi.
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11
Pebruari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga
berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia,
meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan
kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam
konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan,
bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: "... untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa ...". Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat
(2) menyatakan bahwa : " tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan " dan pada Pasal 28 D ayat (2)
menyatakan bahwa:" Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Hal ini
berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan
pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD
1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang
telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong
segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.
Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan
mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan
pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali
pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit secara
terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga pembahasan dengan
beberapa Departemen dan Bappenas. " Memperhatikan kompleksnya permasalahan
pengangguran, disadari bahwa penyusunan konsepsi tersebut masih perlu
didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai pihak yang lebih
luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan sepenuhnya dari
Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih memerlukan waktu dan
dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu Konsepsi
Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh komponen
masyarakat", tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.
3. Keadaan Penganggur dan Setengah
Pengangguran.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena
jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga
kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan
terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan
yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan
yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam
proses ekspor impor, dll.
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002,
sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang
berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78
juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7
juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi
seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
4. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan
Kesempatan Kerja.
Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut
di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja
di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi
oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi
lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa
angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan
setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun
2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33
persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini
tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari
kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal.
Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah
dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan
kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.
Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan
kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan
imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja
rendah.
5. Sasaran
Sasaran yang diharapkan, dirumuskan sebagai berikut :
· Menurunnya
jumlah penganggur terbuka dari 0,96 pesen menjadi 5,5 persen pada tahun 2009.
· Menurunnya
jumlah setengah penganggur dari 28,65 persen menjadi 20 persen dari jumlah yang
bekerja pada tahun 2009.
· Meningkatnya
jumlah tenaga kerja formal dari 36,71 persen menjadi 60 persen dari jumlah yang
bekerja pada tahun 2009.
· Menurunnya
jumlah angkatan kerja usia sekolah dari 20,54 persen menjadi 15 persen pada
tahun 2009.
· Tingkatkan
perluasan lapangan kerja dari 91,65 juta orang menjadi 108,97 juta orang.
· Terbangunnya
jejaring antara pusat dengan seluruh Kabupaten/kota.
Untuk mencapai hal tersebut disusun strategi, kebijakan
dan program-program yang perlu terus dibahas untuk menjadi kesepakatan semua
pihak, meliputi Pengendalian Jumlah Angkatan kerja peningkatan Kualitas
angkatan Kerja; peningkatan Efektivitas Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja;
pembinaan Hubungan Industrial.
Kesimpulan :
Dari laporan tentang “Permasalahan
Ketenagakerjaan di Indonsia“ tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia yang disebabkan oleh pemerintah diantaranya
kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negeri maupun swasta, minimnya perlindungan hukum,
upah kurang layak dan External factor ( sepeti krisis
global yang menurut beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga 2010 ) selain penyebab dari pemerntah, masyarakat juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yaitu rendahnya
tingkat pendidikan, tingginya jimlah pengangguran massal dan sedikitnya
masyarakat yang memiliki kreatifitas dan inivasi – inovasi.
Saran :
Peran
dari pemerintah sangat di harapkan untuk mengurangi permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan memperluas lapangan pekerjaan,
meningkatkan kualitas dan mobilitas tenaga kerja dan mendorong jiwa wira usaha
bagi angkatan kerja.
Selain
peran pemerintah masyarakat juga ikut berperan dalam mengurangi permasalahan
ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan meningkatkan kesejahteraan dengan
cara bekerja, sekolah yang tinggi dan mengembangkan krearivitas – kreativitas
dan inovasi mereka.