Selasa, 26 Maret 2013

KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA


A.    Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
B.     Klasifikasi Tenaga Kerja
1.      Berdasarkan Penduduknya
Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun.
Bukan tenaga kerja
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.
2.      Berdasarkan batas kerja
  • Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan.
  • Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:
  1. anak sekolah dan mahasiswa
  2. para ibu rumah tangga dan orang cacat, dan
  3. para penganggur sukarela
3.      Berdasarkan kualitasnya
  • Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara, dokter, guru, dan lain-lain.
  • Tenaga kerja terampil
Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik, dan lain-lain.
  • Tenaga kerja tidak terdidik
Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.
C.    Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonesia
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
  • Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan denganmelihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
  • Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
  • Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum dikelola secara maksimal.
  • Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin banyak. Pengangguran di bagi menjadi 2 yaitu :
1.      Pengangguran Penuh                       :  Penduduk yang tidak bekerja sama sekali
2.      Pengangguran tidak penuh                : Penduduk yang bekerja tapi masa kerjanya <35 jam per minggu.
a.       Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya
1)      Pengangguran Konjungtor
            Pengangguran Konjungtor ( cyclical unemployment ) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan – perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.
2)      Pengangguran Struktural
            Pengangguran Struktural merupakan pengangguran yang diakibatkan karena pergantian struktur.
3)      Pengangguran Friksional
            Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang disebabkan karena kesulitan temporer. Pengangguran ini bersifat sementara dan terjadi karena adanya kesengajaan antara pencari kerja dan lowongan kerja.
4)      Pengangguran musiman.
            Pengangguran musiman adalah pengangguran yang disebabkan karena pergantian musim.
5)      Pengangguran teknologi
            Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
6)      Pengangguran Voluntary
            Pengangguran Voluntary adalah pengangguran yang terjadi karena ada orang yang sebenarnya masih dapat bekerja , namun dengan sukarela ia berhenti bekerja. 
b.      Jenis Pengangguran Berdasarkan Sifatnya
1)      Pengangguran Terbuka
                        Pengangguran terbuka adalah angkatan kerja yang benar – benar tidak mempunyai pekerjaan.
2)      Setengah Menganggur
                          Setengah menganggur adalah angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal.
3)      Pengangguran Terselubung 
                        Pengangguran terselubung adalah angkatan kerja yang bekerja tidak optimal sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.         
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.           
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Ketika Negara tetangga kita sedang menikmati keberhasilan sistem ketenagakerjaannya, kita masih terkutat dengan permasalahan gimana caranya agar tenaga kerja di Indonesia menjadi sejahtera dan pengusahapun mengalami yang sama. Sampai-sampai banyak sekali demo dimana-mana untuk menuntut hak tenaga kerja, yah terutama para buruh yang selalu dikatakan menjadi sapi perah bagi para pengusaha. Permasalahan yang dilmatis bagi Indonesia apabila sangat berpihak ke pekerja maka ada kemungkinan pengusaha ngambek dan parahnya (mungkin) investor kabur semua..nah kali terlalu berpihak ke pengusaha, mungkin sila Pancasila yang ke-2 Kemanusiaan yang adil dan beradab akan berubah menjadi Kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab, karena memeras keringat sendiri tapi untuk keuntungan orang/Negara lain…yah begitulah kira-kiranya dilematis yang dihadapi Negara kita.
Sudah berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tenaga kerja, seperti buruh pabrik yang masih saja belum mendapatkan haknya, kemudian tenaga kerja di luar negeri yang ternyata sampai sekarang masih terdapat kasus-kasus yang sangat memiriskan hati kita.. dalam hal ini saya coba fokuskan usaha pemerintah dalam mengatasai permasalahan tenaga kerja di Indonesia dengan mengeluarkan UU No 13 Tahun 2003 Mengenai Ketenagakerjaan.
           
D.    Tenaga Kerja dan Permasalahannya 
Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya berangkat dari beberapa faktor, yaitu;
  1. Lapangan pekerjaan semakin sedikit
  2. Tingginya jumlah penggangguran massal;
  3. Rendahnya tingkat pendidikan;
  4. Minimnya perlindungan hukum
  5. Upah kurang layak
  6. External factor (sepeti krisis global yang menurut beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga 2010)
  7. Tidak memiliki kreativitas dan inovasi-inovasi
Dari berbagai faktor tersebut mungkin kita akan mengatakan bahwa tenaga kerja justu menjadi masalah bagi bangsa ini. Apakah kita akan selalau berpikir seperti itu? Mungkin negaa ini akan tersu terkutat dengan masalah tersebut. Jika melihat data pengangguran di Indonesia pada Agustus tahun 2006 sebesar 10,93 orang kemudian pada tahun 2007 (bulan Agustus) sebesar 10,01 juta. Kemudian angka pengangguran di Indonesia pada Agustus 2008 mencapai 9,39 juta. (Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai sumber)
Sementara jumlah penduduk yang bekerja mencapai 102,55 juta orang bertambah 503 ribu dibanding Februari 2008, atau bertambah 2,62 juta dibanding Agustus 2007. Sehingga total jumlah angkatan kerja yang bekerja maupun pengangguran pada Agustus 2008 mencapai 111,95 juta orang, bertambah 470 ribu orang dibanding Februari 2008 atau bertambah 2,01 juta orang dibanding Agustus 2007. Sektor yang mengalami peningkatan lapangan kerja pada Agustus 2008 dibanding Agustus 2007 adalah jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta orang. Di sisi lain dibanding Februari 2008 sektor pertanian mengalami penurunan tenaga kerja sebanyak 1,36 juta namun lapangan kerja sektor pertanian tetap yang terbesar 41,33 juta orang atau 40,33%. Pada Agustus 2008 penduduk yang bekerja sebagai buruh atau karyawan sebanyak 28,18 juta atau 27,5%, berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak 21,77 juta atau 21,2% dan berusaha sendiri 20,92 juta atau 20,4%. (Data: Olahan dari BPS dan dai berbagai sumber)
Setelah melihat data tersebut angka pengangguran mengalami penurunan dari tahun ke tahun (saya percaya angka ini mungkin turun, jika anda melihat dari sumber lain mungkin angka pengangguran di Indonesia justru mengalami kenikan, terutama angka kemiskinan). Sedangkan berdasarkan data tersebut justru yang meningkat adalah jasa kemasyarakatan yang terdiri dari pembantu rumah tangga, pertukangan baik tukang kayu dan tukang batu dan jasa cleaning services yang naiak 1,08 juta orang. Saya sakin anda sebagai mahasiswa tidak mau masuk ke lapangan pekejaan in. Kemudian melihat angka yang masih sampai 9,39 juta pada tahun 2008 mungkin angka ini sama dengan jumlah beberapa kota/kabupaten di Indonesia mungkin angka ini lebih besar dari beberapa daerah tersebut.
Pengangguran menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan sosial, antara lain  :
1.      Rendahnya pendapatan perkapita penduduk.
2.      Meningkatnya kemiskinan
3.      Meningkatnya angka kriminalitas yang dipicu kesulitan ekonomi.
4.      Merosotnya moral yang ditandai dengan pelaku tindak asusila bermotifkan ekonomi. Kecenderungan memperoleh uang dalam jumlah besar dengan melakukan prostitusi.
5.      Kondisi keamanan yang tidak terjamin akibat dari meningkatnya angka kriminalitas.
6.      Rendahnya kualitas kehidupan masyarakat.
7.      Merebaknya kawasan slum ( lingkungan kumuh )
Pemerintah sudah berupaya untuk mengurangi angka pengangguran dan juga meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja di Indonesia. Namun ingat dilema pemerintah adalah antara tenaga kerja atau kepada pengusaha (si pemiliki lapangan pekerjaan). Salah satu upayanya adalah dikeluarkan undang-undang No 12 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan, kemudian pada salah satu pasalnya yaitu 64, 65 dan pasal 66 memungkinkan perusahaan melakukan outsourcing.
Berdasarka UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya) menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan outsourcing (Alih Daya) mengenai pemborongan pekerjaan dihapuskan, karena lebih condong ke arah sub contracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja.
Untuk mengkaji hubungan hukum antara karyawan outsourcing (Alih Daya) dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing (Alih Daya) dalam UU No.13 tahun 2003. Dalam UU No.13/2003, yang menyangkut outsourcing (Alih Daya) adalah pasal 64, pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).
Pasal 64 adalah dasar dibolehkannya outsourcing. Dalam pasal 64 dinyatakan bahwa: Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Pasal 65 memuat beberapa ketentuan diantaranya adalah:
· penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis (ayat 1);
· pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, seperti yang dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Ø dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
Ø dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
Ø merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
Ø tidak menghambat proses produksi secara langsung. (ayat 2)
· perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum (ayat 3);
perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan (ayat 4);
· perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut diatas diatur lebih lanjut dalam
· keputusan menteri (ayat 5);
· hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya (ayat 6)
· hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (ayat 7);
· bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan (ayat 8).
Pasal 66 UU Nomor 13 tahun 2003 mengatur bahwa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
  • adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja;
  • perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak;
  • perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
  • perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis.
Outsourcing berasal dari bahasa Inggris yang berarti “alih daya”. Outsourcing mempunyai nama lain yaitu “contracting out” merupakan sebuah pemindahan operasi dari satu perusahaan ke tempat lain. Hal ini biasanya dilakukan untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal lain.Di negara-negara maju seperti Amerika & Eropa, pemanfaatan Outsourcing sudah sedemikian mengglobal sehingga menjadi sarana perusahaan untuk lebih berkonsentrasi pada core businessnya sehingga lebih fokus pada keunggulan produk servicenya.
Pemanfaatan outsourcing sudah tidak dapat dihindari lagi oleh perusahaan di Indonesia. Berbagai manfaat dapat dipetik dari melakukan outsourcing; seperti penghematan biaya (cost saving), perusahaan bisa memfokuskan kepada kegiatan utamanya (core business), dan akses kepada sumber daya (resources) yang tidak dimiliki oleh perusahaan.
Disinlah mulai ada pergeseran mengenai fungsi outsourcing, yang seharusnya hanya diberikan untuk pekerjaan-pekerjaan bukan inti, seperti cleaning services atau satpam. Namun dalam perkembangannya Outsourcing seringkali mengurangi hak-hak karyawan yang seharusnya dia dapatkan bila menjadi karyawan permanen (kesehatan, benefit dkk). Outsourcing pada umumnya menutup kesempatan karyawan menjadi permanen. Posisi outsourcing selain rawan secara sosial (kecemburuan antar rekan) juga rawan secara pragmatis (kepastian kerja, kelanjutan kontrak, jaminan pensiun). Bahkan di beberapa perusahaan justru memberikan pekerjaan inti kepada karyawan dari outsourcing seperti PT KAI, yang memperkerjakan tenaga outsourcing untuk bagian penjualan tiket, porter, administrasi dan penjaga pintu masuk. Padahal pekerjaan-pekerjaan tersebut terkait langsung dengan jasa angkutan kereta api. Kemudian banyak perusahaan lainnya yang melakukan pelanggaran seperti ini. Umumnya tenaga kerja di outsource untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak berkewajiban menanggung kesejahteraan mereka. Tenaga outsource juga tidak harus diangkat sebagai karyawan tetap sehingga beban perusahaan berkurang.
Inilah yang menjadi pemikiran bagi para karyawan, dimana outsourcing hanya dianggap sebagai suatu upaya bagi perusahaan untuk melepaskan tanggungjawabnya kepada kayawan, dengan alas an efesiensi dan efektifitas pekerjaan, outsourching ini dilakukan.
Maka dalam outsourcing (Alih daya) sebagai suatu penyediaan tenaga kerja oleh pihak lain dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pekerjaan utama (core business) dengan pekerjaan penunjang perusahaan (non core business) dalam suatu dokumen tertulis yang disusun oleh manajemen perusahaan. Dalam melakukan outsourcing perusahaan pengguna jasa outsourcing bekerjasama dengan perusahaan outsourcing, dimana hubungan hukumnya diwujudkan dalam suatu perjanjian kerjasama yang memuat antara lain tentang jangka waktu perjanjian serta bidang-bidang apa saja yang merupakan bentuk kerjasama outsourcing. Karyawan outsourcing menandatangani perjanjian kerja dengan perusahaan outsourcing untuk ditempatkan di perusahaan pengguna outsourcing.
B.     Pemecahan Masalah: Kewirausahaan Sosial 
Terlepas dari berbagai permasalahan pengangguan dan masalah lainnya yang terkait dengan tenaga kerja. Sudah sepatutnya kita harus menjadi anak bangsa yang memiliki kreatifitas dan inovasi-inovasi (ini adalah satu permasalahan ketenaga kerjaan –kurang kreatifi dan inovatif-). Terutama mahasiswa yang memiliki jiwa ingin tahu dan ingin maju seta ingin memecahkan permasalahn-permasalahan sosial yang terjadi di sekitarnya, karena itulah mahasiswa sering disebut sebagai agent of change. Maka diperlukan spirit kewirausahaan sosial pada para agen perubahan tersebut. Dengan jiwa social entrepreneurship tersebut akan mendorong masyarakat untuk membangun dan mengembangkan inovasi-inovasi baik yang diadopsi dari luar maupun dari lokal dan tentunya tanpa harus menanggalkan jati diri bangsa. Tentu dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan sosial di Indonesia, seperti masalah pengangguran tadi.
Social Entrepreneurship akhir-akhir ini menjadi makin populer terutama setelah salah satu tokohnya Dr. Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank di Bangladesh mendapatkan hadiah Nobel untuk perdamaian tahun 2006. Namun di indonesia sendiri kegiatan ini masih belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan para tokoh masyarakat karena memang belum ada keberhasilan yang menonjol secara nasional. Bahkan dari pihak swasta (perusahaan) melalui coorporate social responsibility (CSR) belum bisa menumbuhkan entrepeneur- entrepeneur muda, karena CSR yang dikeluarkan lebih ditujukan untuk mengamankan perusahaan bukan memberdayakan masyarakat sekitarnya.
Maka diperlukan banyak terobosan, dibutuhkan upaya-upaya untuk memadukan berbagai inisiatif. Oleh karena itu persoalan kita lebih pada bagaimana menemukan spirit daripadanya. Bagaimana agar kinerja wirausaha itu semakin memiliki dampak sosial yang besar. Karena baik Muh. Yunus maupun tokoh-tokoh wirausaha sosial tak kan mengingkari, bahwa kesuksesan mereka lahir dari pergumulan yang demikian intens dengan kemiskinan. Maka upaya untuk memasyarakatkan Social Entrepreneurship harus mendapatkan dukungan semua pihak yang mendambakan terwujudnya kesejahteraan rakyat yang merata, dan diharapkan tidak hanya berhenti dalam seminar ini saja tetapi dilanjutkan dengan rencana aksi yang nyata sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat.
David Bornstein memaparkan bagaimana para wirausahawan sosial dari berbagai belahan dunia yang hampir tak terliput oleh media namun telah mengubah aras sejarah dunia dengan terobosan berupa gagasan-gagasan inovatif, memutus sekat-sekat birokrasi, mengusung komitmen moral yang tinggi dan kepedulian (How to Change the World, 2004). Selain buah kerja brilian Muhammad Yunus, puluhan kisah wirausahawan sosial lain, seperti Fabio Rosa (Brasil) yang menciptakan sistem listrik tenaga surya yang mampu menjangkau puluhan ribu orang miskin di pedesaan, Jeroo Billimoria (India) yang bekerja keras membangun jaringan perlindungan anak-anak telantar, Veronika Khosa (Afrika Selatan) yang membangun model perawatan yang berbasis rumah (home-based care model) untuk para penderita AIDS yang telah mengubah kebijakan pemerintah tentang kesehatan di negara tersebut, dan banyak lagi tokoh yang buah tangannya telah terasa langsung manfaatnya oleh masyarakat.
Dengan demikian, kewirausahaan sosial merupakan salah satu upaya untuk memperkenalkan solusi baru pada masalah-masalah sosial. Para wirausahawan sosial (social entrepreneur) dengan komitmen kerja dan moral yang tinggi, merupakan kesegaran di tengah-tengah pembangunan yang terasa mengimpit. Dengan segala keterbatasaanya wirausahaan sosial dapat memberikan peluang-peluang di masyarakat untuk maju bersama. Kemudian dengan pentingnya posisi wirausahaan sosial yang dapat bersinegi dalam pencapaian MDGs, pemerintah dapat memberikan dukungan penuh dengan mengeluarkan regulasi yang memberikan iklim kondusif bagi pertumbuhan kewiausahaan sosial di Indonesia. 
C.    Penanggulangan Permasalahan Ketenagakerjaan
1.      Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP).       
Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.       
Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.            
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi, menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap komponen bangsa.
Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguran. Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.        
Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. 
2.      Konsepsi. 
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Pebruari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan, bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: "... untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ...". Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : " tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan " dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:" Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif.. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.
Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga pembahasan dengan beberapa Departemen dan Bappenas. " Memperhatikan kompleksnya permasalahan pengangguran, disadari bahwa penyusunan konsepsi tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat", tutur Menteri Jacob Nuwa Wea. 
3.      Keadaan Penganggur dan Setengah Pengangguran.
     
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dll.          
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan. 
4.      Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja.         
    
Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal.    
Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.           
Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja rendah.            
5.      Sasaran
Sasaran yang diharapkan, dirumuskan sebagai berikut :        
·         Menurunnya jumlah penganggur terbuka dari 0,96 pesen menjadi 5,5 persen pada tahun 2009.


·         Menurunnya jumlah setengah penganggur dari 28,65 persen menjadi 20 persen dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.    


·         Meningkatnya jumlah tenaga kerja formal dari 36,71 persen menjadi 60 persen dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.    


·         Menurunnya jumlah angkatan kerja usia sekolah dari 20,54 persen menjadi 15 persen pada tahun 2009.           
·         Tingkatkan perluasan lapangan kerja dari 91,65 juta orang menjadi 108,97 juta orang.  
·         Terbangunnya jejaring antara pusat dengan seluruh Kabupaten/kota.
Untuk mencapai hal tersebut disusun strategi, kebijakan dan program-program yang perlu terus dibahas untuk menjadi kesepakatan semua pihak, meliputi Pengendalian Jumlah Angkatan kerja peningkatan Kualitas angkatan Kerja; peningkatan Efektivitas Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja; pembinaan Hubungan Industrial.
Kesimpulan     :
            Dari laporan tentang “Permasalahan Ketenagakerjaan di Indonsia“ tersebut dapat disimpulkan bahwa permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang disebabkan oleh pemerintah diantaranya kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh negeri maupun swasta, minimnya perlindungan hukum, upah kurang layak dan External factor ( sepeti krisis global yang menurut beberapa ahli krisis ini masih terus terjadi hingga 2010 ) selain penyebab dari pemerntah, masyarakat juga merupakan salah satu penyebab terjadinya permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yaitu rendahnya tingkat pendidikan, tingginya jimlah pengangguran massal dan sedikitnya masyarakat yang memiliki kreatifitas dan inivasi – inovasi.
Saran               :
            Peran dari pemerintah sangat di harapkan untuk mengurangi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan kualitas dan mobilitas tenaga kerja dan mendorong jiwa wira usaha bagi angkatan kerja.
            Selain peran pemerintah masyarakat juga ikut berperan dalam mengurangi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia, misalnya dengan meningkatkan kesejahteraan dengan cara bekerja, sekolah yang tinggi dan mengembangkan krearivitas – kreativitas dan inovasi mereka.